NILAI IDENTITAS KEREMPUGAN (NIK) FORUM BETAWI REMPUG (FBR)


"...Jangan kamu kira KEREMPUGAN datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. KEREMPUGAN adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tidak pernah ada, REMPUG tak kan tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad..." (ImamFBR)

Nilai Identitas Kerempugan atau disingkat NIK adalah pola pikir dan pedoman yang harus dipegang oleh mujahid kerempugan untuk memberi makna terhadap kehidupan organisasinya. NIK merupakan ciri dan karakter dasar sebagai sikap mental yang mewarnai kehidupan komunitas mujahid kerempugan dalam hubungannya dengan sesama dan orang lain. NIK mengandung 3 (tiga) macam nilai yang disimbolkan dengan 3 (tiga) kubah masjid dalam lambang FBR, yaitu (1) Setia dan Taat kepada Pimpinan, (2). Berjuang Ikhlas dan Rela Berkorban, dan (3) Setia Kawan dan Pantang Berkhianat.

1. SETIA DAN TAAT KEPADA PIMPINAN
Tidak ada kerempugan (jamaah) tanpa ada kepemimpinan (imam). Oleh karena itu, sangatlah wajar ketika Allah memerintahkan berjuang dalam barisan kerempugan (sekaligus) mewajibkan kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan (imam). Rasulullah bersabda:

وَلاَ يَحِلٌّ لثَلاَثَةِ نَفَرٍ يَكُوْ نُوْنَ بِأَرْض فلاَةٍ إِلَّا أَمَرُوْا عَلَيهِمْ أَحَدُهُمْ

“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di manapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin” (HR. Ahmad).

Hadis ini menunjukan kewajiban adanya pimpinan (imam) dalam suatu kelompok, apalagi jika kelompok itu memperjuangkan kebenaran, membangun martabat dan kemandirian serta melawan kezaliman—seperti Forum Betawi Rempug (FBR). Kelompok itu wajib hukumnya memberikan kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinannya. Kewajiban setia dan mentaati perintah pimpinan (imam) berulang kali ditegaskan oleh Rasulullah saw. Diriwayatkan dari Irbadh bin Sariyah bahwa suatu hari seusai mengimami shalat Shubuh Rasulullah mengarahkan pandangannya kepada para sahabat. Beliau menyampaikan suatu nasehat yang teramat sangat membekas di hati para sahabat, hingga air mata mereka berlinang dan dada mereka berguncang hebat. Nasehat Rasulullah itu adalah:

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا

“Aku wasiatkan kalian agar senantiasa taqwa kepada Allah serta mendengar dan taat kepada pemimpin (imam) meskipun pemimpin tersebut seorang budak dari Habasyah.” (HR. Abu Dawud, no. 4609 dan At-Tirmidzi, no. 2677)

Sungguh luar biasa, bila Rasulullah melihat betapa pentingnya kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan, dengan menyatukan ketakwaan kepada Allah serta kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan dalam suatu nasehat. Bahkan jika perintah pimpinan itu kurang berkenan atau tidak disetujui oleh kelompoknya, maka Rasulullah tetap memerintahkan mereka untuk setia dan taat melaksanakannya dengan penuh kesabaran—sebagaimana sabda Rasulullah:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَميْرِهِ شَيْاً فَلْيَصبِرْ

“Siapa saja yang membenci suatu perintah dari pimpinannya hendaklah ia bersabar” (HR. Bukhari).

Perintah pimpinan (imam) harus dilaksanakan baik secara zahir maupun dalam kepasrahan hati penuh sukarela (batin), meski berbeda pendapat dengan diri kelompoknya. Setiap orang harus menyadari kedudukan dan kewenangan masing-masing, dan tidak setiap orang mempunyai hak sebagai penentu kebijakan atau memberikan perintah. Dalam kaidah Islam dikatakan:

الصَّلاَحِيَّة فَرْضيَّةٌ وَالْعَمَلُ جَمَاعِي

“Kewenangan bersifat individual di tangan pimpinan, sementara aktivitas amal dilakukan oleh semua pihak”.

Rasulullah dalam geraknya berhasil menyatukan kepemimpinan. Secara nyata, Rasulullah langsung memimpin pergerakan bersama para sahabat. Dalam banyak hadis, seperti telah disinggung di atas, beliau mewajibkan kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan (imam). Pembangkangan terhadap perintah pimpinan akan merugikan dan memporak-porandakan kerempugan yang telah dibangun dengan susah payah dan melalui perjuangan yang panjang. Kerempugan itu bagaikan sebuah buku, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menulisnya, dan hanya membutuhkan beberapa detik saja untuk membakarnya. Sebagai contoh sederhana adalah Perang Uhud. Adanya anggapan bahwa perang telah selesai dan mencapai kemenangan, pasukan pemanah segera turun dan membubarkan diri dari formasinya. Padahal Rasulullah telah mewanti-wanti agar mereka tetap berada di tempat, tidak boleh turun sampai ada perintah selanjutnya. Akibatnya, pasukan Qurasy berhasil memukul balik pasukan kaum muslimin ketika itu. Kehancuran dan kerugian besar terjadi karena “kesalahan yang dianggap sepele”, namun ternyata sangat vital: yakni mengabaikan ketaatan kepada pimpinan (imam).

Dengan demikian, kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan (imamah) mutlak diperlukan oleh setiap mujahid kerempugan guna mencapai sebuah cita-cita suci dan mewujudkan fungsi kekhalifahannya di muka bumi--sebagaimana sabda Rasulullah: "Barangsiapa yg membay'at seorang imam sekaligus memberikan kedua tangannya dan buah hatinya, maka ta'atilah imam itu semampunya" (HR. Muslim). Oleh karena itu, segala upaya apapun yang dilakukan untuk mengkhianati dan merobohkan kepercayaan kepada pimpinan tidak dapat ditoleransi dan harus dilakukan tindakan tegas.

2. BERJUANG IKHLAS DAN RELA BERKORBAN
Perjuangan untuk mewujudkan diri sebagai jawara dan juragan di kampungnya sendiri membutuhkan pengorbanan dan keikhlasan. Tanpa keduanya, perjuangan apapun tidak akan mendapatkan kemenangan—sebagaimana firman Allah:

انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui” (QS. At-Taubah: 41)

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya, “Zad al-Ma’ad” menceritakan dari Syadad bin Had bahwa ada seorang badui yang datang menghadap Rasulullah untuk menyatakan dirinya masuk Islam dan bersedia berjuang bersama beliau. Ketika pasukan kaum muslimin memperoleh kemenangan pada Perang Khaibar dan memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) yang banyak, Rasulullah pun membagikannya kepada yang berhak, termasuk orang badui tersebut. Lalu si badui bertanya, “Barang apa ini, wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjelaskan bahwa barang itu merupakan hak orang yang ikut berjuang, namun si badui lantas berkata: “Sama sekali bukan untuk tujuan ini saya mengikuti Engkau, saya hanya berharap bahwa bagaimana dalam suatu pertempuran saya terkena sasaran panah di kerongkongan saya, dan saya gugur di dalamnya, sehingga saya dapat masuk sorga!”

Suatu peristiwa yang sangat menakjubkan yang berkaitan dengan kuatnya semangat berjuang dan berkorban yang dipicu oleh keikhlasan. Jadi, sikap ikhlas bukan berarti pasif dan pasrah pada segala hal, tapi suatu bentuk ketegaran hati yang memancar dari kejujuran terhadap diri sendiri.

Keikhlasan dalam kerempugan bermakna ketulusan dalam keutuhan (integritas) dan kebersamaan diri yang paling mendalam, yang kemudian diwujudkan dalam Imamah, kesetiaan dan ketaatan kepada pimpinan (imam). Keikhlasan merupakan sumber energi yang akan membawa kita kepada tujuan kerempugan. Sebaliknya, sikap pamrih akan mengalihkan dan menjauhkan kita dari tujuan kerempugan, sehingga siapapun dapat dengan mudah menghancurkan kita.

3. SETIA KAWAN DAN PANTANG BERKHIANAT
Kesetiaan terhadap kawan, yang termasuk dalam barisan kerempugan, harus tertancap kuat dalam diri mujahid kerempugan sebagai bentuk dari kerempugan mereka. Sikap setia kawan merupakan bentuk keberanian dan komitmen untuk senantiasa mampu menghadapi segala apapun dalam kebersamaan dan keutuhan diri.

Kesetiakawanan haruslah didasari oleh sikap saling percaya antara satu dengan yang lain. Ketika kepercayaan muncul di dalam diri masing-masing terhadap satu dan lainnya, maka mereka dilarang berkhianat. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.” (QS. al-Anfal: 27)

Kesetiaan itu bagaikan tangan dan mata, di mana saat tangan terluka, maka mata spontan akan menangis. Sebaliknya, ketika mata menangis, maka tangan pun akan mengusapnya. Kerjasama di antara keduanya tampak indah, di mana satu sama lain mencoba saling memahami dan dipahami tanpa pernah memaksa dan ingin menang sendiri.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesetiakawanan mengandaikan adanya semangat kegotongroyongan. Semangat tersebut di samping merupakan ajaran agama, juga merupakan warisan budaya nenek moyang kita. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika kesetiakawanan dan sikap pantang berkhianat dihayati dan diamalkan oleh seluruh mujahid kerempugan, sehingga terjalin bangunan kerempugan yang kokoh yang mampu menjadi titik pemghubung dan pusat gravitasi bagi masyarakat Betawi.

Akhirnya, Nilai Identitas Kerempugan (NIK) merupakan sumber energi dan perasaan yang mendalam yang menuntut setiap mujahid kerempugan belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani sebagai wujud kekhalifahannya di muka bumi. Di samping itu, Nilai Identitas Kerempugan (NIK) juga merupakan pedoman perjuangan dan pergerakan untuk menjemput takdir kaum Betawi. Tidak hanya takdir jawara dan juragan yang dijemput, namun lebih penting dari itu, mengharapkan maghfirah, rahmat dan ridha Allah Ta'ala.

Ditetapkan di  : Jakarta
Pada tanggal : 29 Juli 2012


NIK-FBR


Comments

  1. Prediksi Togel HK Mbah Bonar 29 Oktober 2019 Ayo Pasang Angka Keberuntunganmu Disini Gabung sekarang dan Menangkan Ratusan Juta Rupiah !!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular

PAKAIAN KEREMPUGAN

MUTIARA KEREMPUGAN