KEREMPUGAN ADALAH KEKUATAN DAN ENERGI



KEREMPUGAN ADALAH KEKUATAN

Salam rempug, kemampuan ormas FBR untuk bertahan hingga sekarang ini adalah sangat bergantung pada faktor-faktor yang sudah langka ditemukan dalam masyarakat kota yang materialistis dan pragmatis, yaitu saya menyebutnya dengan istilah faktor-faktor “spiritual”. Faktor-faktor “spiritual” ini menjadi kekuatan utama dan investasi terbesar yang dibangun dalam barisan Kerempugan--dengan  menumbuhkan nilai-nilai bersama, antara lain nilai tentang imamah serta keikhlasan untuk berkorban dan bahu membahu dalam mencapai kepentingan dan cita-cita bersama.
Faktor-faktor “spiritual” yang dimiliki oleh FBR yang dapat dirasakan adalah Rahmat Allah, Kepemimpinan dan Imamah, serta Mengubah Ancaman menjadi Kesempatan. Pertama, Rahmat Allah. Faktor Rahmat Allah memang jarang disebut-sebut dalam analisis sosio-politik. Tapi, kenyataannya, memang inilah yang diyakini oleh mujahid Kerempugan, dan inilah sumber kekuatan mereka. Bahkan dalam Pembukaan UUD 1945, rahmat Allah diakui sebagai faktor penentu kemerdekaan Indonesia.
Kita yakin bahwa orang yang berjuang di jalan dakwah, melawan ketertindasan dan berupaya memberdayakan masyarakat di dalam barisan Kerempugan, pastilah dibantu oleh Allah. Dengan kalimat yang sederhana, keyakinan  tersebut bisa didefinisikan dengan "Mereka yang berjuang dalam barisan Kerempugan bagaikan tetesan air yang bergabung dengan lautan luas, lalu menghilang dan menyatu dalam lautan, kemudian menjelma menjadi kekuatan yang tak terbatas.
Keyakinan ini semakin kuat setelah beberapa kali terjadinya upaya pelemahan dan penghancuran barisan Kerempugan, baik eksternal ataupun internal, yang selalu gagal dan kandas di tengah jalan. Para aktornya kemudian membentuk barisan yang terpisah--sambil bermimpi di siang bolong mampu mengungguli barisan Kerempugan. Di dalam al-Qur’an (2: 249) sangat jelas dikatakan “berapa banyak telah terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Keyakinan tersebut tidak serta merta muncul begitu saja tanpa upaya dan ikhtiar sama sekali. Rutinitas bacaan shalawat Nariyah, kepedulian terhadap para yatim dan dhua’fa serta keikhlasan dan kesabaran dalam diri kita yang didasari oleh keimanan yang jernih melahirkan optimisme dan keyakinan untuk tetap berada dan berjuang di dalam barisan Kerempugan.
Kedua, Kepemimpinan dan Imamah. Peran kepemimpinan dan imamah adalah faktor yang sangat penting dalam menggerakkan roda organisasi. Pemimpinlah yang menjadi penunjuk arah dalam setiap gerakan perjuangan. Dialah yang menyusun rencana dan strategi untuk berhadapan dengan agitasi, tantangan dan hambatan. Hubungan yang erat dan solid yang penuh kekeluargaan tanpa batasan yang kaku dan statis antara pemimpin dengan anggota-anggotanya; antara sang imam dan para mujahid Kerempugannya adalah sumber power yang sangat penting.
Berbeda dengan ormas lain yang lebih memilih orang kaya atau yang memliki sumber daya yang banyak dan pejabat atau mantan pejabat sebagai pemimpinnya, di FBR yang menjadi pemimpin (imam) adalah tokoh agama yang memiliki kredibilitas dan integritas yang cukup, maka kepatuhan kepada pemimpin (imamah), bukan hanya sebagai prinsip dasar barisan Kerempugan, melainkan juga dianggap sebagai sebuah gerakan relijius, dan inilah yang menjadi sumber utama kekuatan barisan Kerempugan.
Ketiga, Mengubah Ancaman menjadi Kesempatan. Media-media berusaha membentuk opini dan menggiring persepsi masyarakat bahwa FBR adalah organisasi preman yang anarkis dan intoleran. Mereka melakukannya secara massif, dan tanpa pernah memberi ruang sedikitpun untuk pemberitaan yang positif dari setiap gerakan FBR. Karena didasari oleh dua faktor sebelumnya (keyakinan pada rahmat Allah dan faktor kepemimpinan relijius), mujahid Kerempugan mampu bertahan dalam situasi yang sulit dan berjuang untuk mengubah tekanan dan ancaman ini menjadi kesempatan untuk maju dan berdikari serta menjadi besar. Contoh mutakhirnya adalah, ketika akhir-akhir ini semakin maraknya pemberitaan tentang citra buruk FBR, tapi masyarakat semakin antusias untuk masuk dalam barisan Kerempugan. Inilah jenis mental yang berhasil dibangun dalam barisan Kerempugan: semakin ditekan, semakin kuat semangat perjuangan dan resistensi mereka.
Saya sering menyinggung masalah ini. Saya mengatakan “Ketika kita ditekan secara refresif, kemampuan kita justru semakin meningkat, potensi kita justru semakin terasah, kita tumbuh dari dalam. Jika kita tidak ditekan, hari ini kita tidak akan mencapai kemajuan yang mengagumkan. Semakin besar kita mampu menggali kemampuan dan potensi kita sendiri. Dan semakin hari, potensi kita itu akan semakin mekar berkembang. Karena itulah, tekanan dan cacian sesungguhnya bermanfaat bagi kita.
Jadi, persoalan kita dalam barisan Kerempugan ini bukanlah untuk mengalahkan atau melampaui orang lain, tetapi untuk mengalahkan diri sendiri; untuk memecahkan rekor kita sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini. Prinsip “hari ini harus lebih baik dari hari kemarin” menyebabkan diri kita semakin dipacu untuk terus bertahan dan mengembangkan diri hingga saat ini dan seterusnya untuk selamanya.

KEREMPUGAN ADALAH ENERGI

Dengan demikian kita bisa melihat bahwa kekuatan terbesar dari sebuah organisasi tidak terletak pada kekuatan lahiriah, luas wilayah, jumlah anggota dan banyaknya sumber daya ekonomi yang dimiliki pemimpinnya. Sesungguhnya, kekuatan terdahsyat dari sebuah organisasi terletak pada kekuatan jiwanya yang membentuk karakter atau kepribadian para anggota organisasi itu.
Jika kita belajar pada pengalaman pribadi dan pergaulan sosial, maka kita dapat menemukan fakta bahwa kekuataan terdahsyat seorang manusia justru tidak terletak pada kekuatan fisik yang ditandai dengan tubuhnya yang kekar berotot dan suaranya yang menggelagar mengancam. “Orang yang sedang mengalami gangguan jiwa otomatis kehilangan kekuatannya”. Baik manusia maupun sebuah organisasi, jika kehilangan jiwanya, pasti kekuatannya jadi lumpuh dan mudah ditaklukan. Tapi, jika ia mampu menemukan kembali kemurnian jiwanya yang hilang, yang menjadi jati dirinya, maka kekuatan energi di dalam dirinya akan kembali muncul dan memancar.
Kekuatan otot sesungguhnya yang paling “kasar” dan sangat lemah. Meskipun fisik seseorang telihat kekar dan kuat, tetap saja pasti akan kalah dengan orang yang jiwanya sangat besar dan kuat. Jiwa yang besar dan kuat akan mampu menyerap, mengelola dan membentuk “energi” yang mengubah sebuah keadaan sosial. Ketika keadaan sosial berubah, maka gerak sejarah pun mengalami perubahan yang signifikan.
Konsep medan jiwa yang membentuk energi atau 'force' digambarkan secara filosofis di dalam film 'Star War, The Force Awaknes’ (George Lucas: 2015). 'Force’ digambarkan sebagai medan energi yang tercipta dari semua makhluk hidup yang ada di dalam diri kita maupun di sekitar kita. Energi atau 'Force' dapat digunakan untuk tujuan kebajikan, dapat juga digunakan untuk kejahatan. Star War mengisahkan pertarungan antara kaum Jedi yang mengelola Force untuk tujuan-tujuan kebajikan, menghadapi kaum Sith yang menggunakan sisi gelap dari Force untuk  menguasai dan mengkolonisasi galaksi.
Sebetulnya di dalam al-Qur’an telah digambarkan kisah-kisah kemenangan kekuatan jiwa menghadapi kekuatan yang bertumpu semata pada faktor lahiriah. Misalnya, kisah pertarungan antara Daud melawan Jalut. Daud yang kecil tidak perkasa, namun mempunyai jiwa yang besar dan kuat, mewakili sisi kebajikan, mampu mengalahkan Jalut yang kuat, perkasa, berkuasa dan sangat jahat.
Filosofi “Daud-Jalut” tersebut yang dikemudian hari digunakan secara baik oleh kaum Yahudi yang kecil, dari segi kuantitas, yang awal mulanya tidak berharta dan bertahta. Kaum Yahudi yang kecil namun mempunyai jiwa yang besar dan kuat mampu menyerap dan mengelola energi atau force untuk menguasai, memimpin dan mengkolonisasi dunia (galaksi) yang besar dan luas.
Filosofi “Daud-Jalut” juga digunakan oleh negara kecil seperti Singapura untuk menguasai Indonesia yang luas secara geografis, unggul dari segi jumlah penduduk dan kaya sumber daya alam. Kisah lain tentang kemenangan kekuatan jiwa menghadapi kekuatan tahta dan otot juga ditunjukan melalui kisah pertarungan antara Sri Rama yang mempunyai jiwa dan spiritual yang kuat, yang berhasil mengalahkan Rahwana yang perkasa, berwajah sepuluh (dasamuka), serta memiliki dua puluh tangan yang menunjukan kesombongan, keserakahan atau kemauan yang tidak ada batasnya.
Dari para ulama, kita sering mendengar pesan dari Imam Ali bin Abu Thalib yang mengatakan “kejahatan yang terorganisasi dapat mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisasi”. Terorganisasi dalam pengertian tersebut bukan semata dari segi fisik, struktrual, strategi dan kekayaan. Terorganisasi yang adalah penyatuan jiwa yang menjadi dasar untuk membentuk energi atau force, yang kemudian kita namakan "Kerempugan". Inilah yang saya maksudkan dengan "...Jangan kamu kira Kerempugan datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Kerempugan adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tidak pernah ada, Rempug tak kan tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad...".
Dengan demikian, Kerempugan merupakan sesuatu yang mutlak dibutuhkan untuk mewujudkan entitas Betawi yang bersatu, kreatif, inovatif, pencipta dan pengabdi yang berkepribadian Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil, dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata'ala. Dalam Bahasa yang lebih sederhana, hanya dengan Kerempugan, kita bisa menjadi ‘Jawara” dan “Juragan” di kampung kita sendiri.

Wallahu a’lam…!!!


#KerempuanAdalah KekuatandanEnergi


Comments

Popular

NILAI IDENTITAS KEREMPUGAN (NIK) FORUM BETAWI REMPUG (FBR)

PAKAIAN KEREMPUGAN

MUTIARA KEREMPUGAN