TEMU KANGEN ULAMA DAN TOKOH BETAWI
Salam rempug, bertepatan dengan milad ke 70 tahun mantan Ketum Bamus dan Gubernur Jakarta Bang Fauzi Bowo, yang akrab disapa Bang Foke, pada hari Jum'at, 20 April 2018 ba'da Jum'at, Babeh Haji Nuri Tahir berinisiatif mengumpulkan 2 (dua) Majelis Tinggi, yaitu Bamus Betawi dan Forum Ulama Habaib (FUHAB) Jakarta di RM Aljazeera Polonia Jakarta Timur. Kedua Majelis Tinggi tersebut lengkap dihadiri oleh ketua dan para anggotanya. Dari Bamus Betawi, Babeh Edy M Nalapraya didampingi Babeh Nachrowi Ramli, Babeh Efendi Yusuf, Babeh KH. Saifudin Amsir, Babeh Rusdi Saleh, Babeh Bambang Syukur dan saya sendiri. Sementara dari Fuhab Jakarta, Habib Muhammad Bin Abdurrahman Assegaf, didampingi oleh Habib Hud Bin Bagir Alatas, Habib Abdullah Alatas, KH. Toyib Izzi, KH. Abdur Rosyid A Syafi'i, Taufiqurrahman Ruki, Madar Syueb, KH. Fakhryrozi Ishak, KH. Munawir Aseli, KH. Mahfudz Asirun dan banyak lagi lainnya.
Sedianya acara itu dimaksudkan sekadar mengucapkan "ahlan wa sahlan" di tanah Betawi kepada Bang Foke, selepas purna tugas dirinya sebagai Duta Besar di Jerman dan sekaligus temu kangen dengan dengan ulama, habaib dan beberapa tokoh Betawi. Acara yang diawali dengan makan siang bersama itu berjalan khidmat dan penuh kekeluargaan.
Bang Foke tampak terlihat gemuk, dan saat KH. Fakhrurozi Ishak berseloroh tentang perubahan tubuhnya, dia menjawab dengan canda, "Di Jerman ane gak nemu macet dan banjir, makanya enak tidur, enak makan, sehingga jadi agak gemukan." Dialek Betawinya masih cukup kental meski nyaris hampir 4 (empat) tahun meninggalkan tanah Betawi.
Bang Foke didaulat untuk menyampaikan kata sambutan, meski sudah berusaha untuk menolaknya. Dia mengungkapkan sedikit pengalaman "pahit"nya, di mana pernah diminta sambutan, namun yang beredar di medsos berbeda dengan konten yang disampaikannya. Akhirnya dia mulai banyak berpuasa bicara di depan publik.
Namun karena diminta oleh para tokoh ulama dan Betawi, terpaksa dia memenuhinya. Dalam sambutannya, Bang Foke menyinggung sedikit tentang kondisi Bamus sekarang ini. "Sebaiknya Bamus jadi partai politik aja daripada hanya dijadikan sebagai ajang politik praktis," celotehnya sebagai ungkapan keprihatinan dan kepeduliannya.
Hal itu juga diperkuat oleh pernyataan Babeh Edy Nalapraya, Ketua Majelis Tinggi Bamus Betawi, yang menurutnya bahwa tahun ini bagi Bamus Betawi adalah tahun "politik". Sebab, perhelatan akbar yang akan mengambil keputusan tertinggi dalam tubuh Bamus Betawi, yakni Musyawarah Besar, akan segera digelar, dan kegaduhannya sudah begitu terasa.
Sementara Bang Nachrowi Ramli dalam sambutannya mengatakan bahwa etika masyarakat Betawi mulai mengalami pergeseran yang sangat signifikan, di mana rasa ta'zim terhadap orang yang lebih tua mulai tak lagi diindahkan; idealisme semakin luntur dan digantikan sikap pragmatis yang dangkal. Musyawarah untuk mufakat dikalahkan prinsip transaksional yang semu; Masing-masing kelompok kepentingan berakrobat ria dengan bebas tanpa mengindahkan norma-norma ke-Betawi-an yang ada.
Setelah mendengar kabar terkini tentang situasi Bamus Betawi dari ketiga tokoh senior Betawi tersebut, para ulama dan habaib yang hadir, yang eksistensinya diakui oleh umat, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. Bahkan, Ketua Umum Fuhab Jakarta, KH. Syukron Makmun mengusulkan perlunya diagendakan secara rutin sekali dalam seminggu pertemuan semacam ini, meski singkat tapi cukup produktif untuk membahas sitkon terkini, baik skala lokal Betawi atau Jakarta, Nasional dan internasional. Dengan begitu bisa diharapkan munculnya ide-ide dan gagasan-gagasan yang konstruktif untuk kemajuan bersama.
Acara ditutup dengan doa, yang dipimpin oleh KH Abdur Rasyid A. Syafi'i tepat ketika datangnya waktu Ashar. Sebelum membubarkan diri, para ulama dan habaib bertekad untuk membantu ketua Majelis Tinggi Bamus Betawi mengatasi kekisruhan yang muncul dalam tubuh Bamus Betawi.
Wassalam,
Jakarta, 20 April 2018
ImamFBR
Comments
Post a Comment